KENDARI, BULETINSULTRA.COM – Badan Karantina Indonesia melalui Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Sulawesi Tenggara (Karantina Sultra) melakukan tindakan penahanan dan penolakan terhadap 600 Kg daging ayam tanpa dokumen karantina yang akan masuk wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra).
Daging ayam ditemukan petugas karantina Satuan Pelayanan Betoambari saat melakukan pengawasan di area pembongkaran Pelabuhan. Modus yang digunakan dengan memuat daging di mobil Pick Up dan dikemas dalam Styrofoam pada Minggu, (19/1/2025).
“Penahanan kami lakukan setelah mengetahui bahwa daging ayam tersebut tidak dilengkapi sertifikat sanitasi produk karantina hewan atau KH-2 dari daerah asal dan tidak melaporkan serta menyerahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran yang ditetapkan,” ujar Nichlah Rifqiyah Ketua Tim Karantina Hewan Karantina Sultra
Selanjutnya Nichlah menjelaskan pemilik barang telah diberikan waktu selama tiga hari untuk melengkapi dokumen persyaratan, namun hingga Rabu, (22/1/2025) tidak dapat melengkapi sehingga kami melakukan tindakan penolakan dikembalikan ke daerah asal.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Balai Karantina Sultra A. Azhar menjelaskan daging ayam tersebut telah melanggar Pasal 88 jo pasal 35 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan ,Ikan, dan Tumbuhan. “Bahwasanya media pembawa produk hewan berupa daging yang dilalulintaskan namun tidak disertai dengan dokumen karantina dan tidak dilaporkan petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina, maka dilakukan penahanan melalui penerbitan Surat Perintah Penahanan atau K-6.1.
Lebih lanjut Azhar menjelaskan bahwa acaman pidana bagi pelaku tidak main-main, ”Pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama dua tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 atau dua miliar rupiah,”
Menurut Azhar, Karantina Sultra berkomitmen menjaga pulau Sulawesi dari ancaman masuknya penyakit hewan ikan dan tumbuhan yang secara tidak langsung akan merugikan masyarakat. “Daging ayam tanpa dokumen tersebut dikhawatirkan dapat membawa hama penyakit hewan karantina seperti flu burung atau kontaminasi bakteri menyebar di wilayah Sultra” tutur A. Azhar.
A. Azhar mengimbau masyarakat dan para pelaku usaha untuk selalu mematuhi aturan terkait pengiriman dan distribusi produk hewan. “Kepatuhan terhadap regulasi ini sangat penting demi melindungi kesehatan masyarakat dan keberlangsungan ekosistem hewan di Sulawesi Tenggara,” tambahnya.
Hal ini sejalan dengan arahan Kepala Badan karantina Indonesia, Sahat M. Panggabean, ujar Azhar yakni Karantina Indonesia mendukung program prioritas nasional dalam mewujudkan swasembada pangan, kita berkontribusi aktif melalui pelaksanaan sistem perkarantinaan untuk komoditas hewan, ikan, dan tumbuhan.
Menurut Sahat M. Panggabean Terdapat empat fokus Barantin dalam penguatan sumber daya hayati untuk mendukung program prioritas nasional, yaitu pertama biosekuriti, keamanan hayati ( biosafety ), dan pertahanan hayati ( biodefense ); kedua keanekaragaman hayati ( biodiversity ); ketiga deteksi pencegahan dan respon penyakit asal hewan, produk rekayasa genetik, penularan resistensi antimikroba dengan pendekatan One Health ; dan keempat ketertelusuran atau traceability yang berkelanjutan.
“Kegiatan Pengawasan kami lakukan untuk mendukung biosekuriti yang melibatkan pengelolaan risiko masuk, keluar, dan penyebaran hama atau penyakit melalui regulasi ketat, inspeksi, dan sistem pengawasan di titik-titik kritis, seperti pelabuhan, bandara, serta kawasan perbatasan,”jelas Azhar.
Menutup wawancara, Azhar menyampaikan bahwa Karantina Sultra telah melakukan tindakan penahanan sebanyak tiga kali di awal tahun ini yakni penahanan Teripang tujuan Jakarta di Satpel Bandara Haluoleo sebanyak 10,5 kg, Penahanan Tanduk Rusa di Satpel Bandara Haluoleo sebanyak 3 pcs dan terakhir penahanan 600 kg daging ayam di Satpel Betoambari. “Semoga kedepan kami tidak menemukan lagi produk hewan, ikan dan tumbuhan yang tidak berdokumen karantina,” tutup Azhar.